TUGAS
EVOLUSI
FOTOSINTESIS PADA TUMBUHAN
Disusun
untuk memenuhi salahsatu tugas Pertanian Organik

Disusun Oleh :
·
Revi Razip B. (2403313102)
·
Imam Saeman N (2403313063)
·
Rinyati (2403313108)
·
Ade Irpanudin (2403313005)
·
Lasti Irawati (2403313071)
UNIVERSITAS GARUT
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
2015
EVOLUSI
FOTOSINTESIS PADA TUMBUHAN
Nio
Song Ai1)
1)Program
Studi Biologi FMIPA, Universitas Sam Ratulangi
Jl.
Kampus Unsrat Manado, 95115
e-mail:
nio_ai@yahoo.com
ABSTRAK
Fotosintesis
adalah proses sintesis karbohidrat dari bahan-bahan anorganik (CO2 dan H2O)
pada tumbuhan berpigmen dengan bantuan energi cahaya matahari. Fotosintesis
terdiri atas 2 fase, yaitu fase I yang berlangsung pada grana dan menghasilkan
ATP dan NADPH2 serta fase II yang berlangsung pada stroma dan menghasilkan
karbohidrat. Molekul air tidak dipecah dalam fotosintesis primitif dan setelah
evolusi molekul air dipecahkan melalui 2 fotosistem sehingga O2 dilepaskan ke
atmosfir. Fotosintesis berkembang menjadi lebih kompleks secara biokimia sampai
terjadinya pemisahan antara respirasi dan fotosintesis beserta regulasinya.
Evolusi tipe-tipe fotosintesis seperti C4 dan CAM merupakan akibat menurunnya
rasio CO2/O2 dan radiasi yang intensif pada atmosfir.
Kata
kunci: C3, C4, CAM
THE
EVOLUTION OF PHOTOSYNTHESIS IN PLANT
ABSTRACT
Photosynthesis
is the synthesis process of carbohydrate from inorganic materials (CO2 dan H2O)
in plants with pigments using light energy. There are 2 phases of
photosynthesis, i.e. phase I that occurs in grana and results in ATP dan NADPH2
and phase II that occurs in stroma and results in carbohydrate. The water
molecule was not split apart in the primitive photosynthesis and after
evolution the water molecule was oxidized via 2 photosystems, so that O2 was
released to the atmosphere. Photosynthesis developed biochemically to be more
complex until photosynthesis and its regulation was separated from respiration.
The evolution of photosynthesis types, such as C4 and CAM, was resulted from
the decrease of ratio CO2/O2 and the intensive radiation in the atmosphere.
Keywords:
C3, C4, CAM
PENDAHULUAN
Masa
depan manusia sedikit banyak ditentukan oleh produksi bahan makanan, bahan
bakar dan serat melalui proses fotosintesis. Proses sintesis karbohidrat dari
bahan-bahan anorganik (CO2 dan H2O) pada tumbuhan berpigmen dengan bantuan
energi cahaya matahari disebut fotosintesis dengan persamaan reaksi kimia
berikut ini.
cahaya
matahari
6
CO2 + 6 H2O C6H12O6 + 6 O2
pigmen
fotosintesis
Berdasarkan
reaksi fotosintesis di atas, CO2 dan H2O merupakan substrat dalam reaksi
fotosintesis dan dengan bantuan cahaya matahari dan pigmen fotosintesis (berupa
klorofil dan pigemen-pigmen lainnya) akan menghasilkan karbohidrat dan
melepaskan oksigen. Cahaya matahari meliputi semua warna dari spektrum tampak
dari merah hingga ungu, tetapi tidak semua panjang gelombang dari spektrum
tampak diserap (diabsorpsi) oleh pigmen fotosintesis. Atom O pada karbohidrat
berasal dari CO2 dan atom H pada karbohidrat berasal dari H2O (Sasmitamihardja
dan Siregar, 1996). Energi cahaya diubah menjadi energi kimia oleh pigmen
fotosintesis yang terdapat pada membran interna atau tilakoid. Pigmen
fotosintesis yang utama ialah klorofil dan karotenoid. Klorofil a dan b
menunjukkan absorpsi yang sangat kuat untuk panjang gelombang biru dan ungu,
jingga dan merah (lembayung) dan menunjukkan absorpsi yang sangat kurang untuk
panjang gelombang hijau dan kuning hijau (500-600 nm) (Sasmitamihardja dan
Siregar, 1996). Klorofil merupakan komponen kloroplas yang utama dan kandungan
klorofil relatif berkorelasi positif dengan laju fotosintesis (Li et al.,
2006). Klorofil disintesis di daun dan berperan untuk menangkap cahaya matahari
yang jumlahnya berbeda untuk tiap spesies. Sintesis klorofil dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti cahaya, gula atau karbohidrat, air, temperatur, faktor
genetik, unsur-unsur hara seperti N, Mg, Fe, Mn, Cu, Zn, S dan O (Hendriyani
dan Setiari, 2009). Karotenoid menunjukkan absorpsi kuat untuk panjang
gelombang biru dan ungu; memantulkan dan mentransmisikan panjang gelombang
hijau, kuning, lembayung, merah (kombinasi warna-warna tersebut tampak kuning)
(Sasmitamihardja dan Siregar, 1996).
Kompleks
protein-klorofil merupakan komponen fotosintesis yang penting (van der Mescht
et al. 1999). Radiasi cahaya yang diterima oleh tanaman dalam fotosintesis
diabsorbsi oleh klorofil dan pigmen tambahan yang merupakan kompleks
protein-klorofil. Selanjutnya energi radiasi akan ditransfer ke pusat reaksi
fotosistem I dan II yang merupakan tempat terjadinya perubahan energi cahaya
menjadi energi kimia (Li et al., 2006). Dua mekanisme yang terlibat
dalam pembentukan kompleks protein-klorofil adalah distribusi klorofil yang
baru disintesis dan redistribusi klorofil yang sudah ada. Klorofil b adalah
hasil biosintesis dari klorofil a dan berperan penting dalam reorganisasi
fotosistem selama adaptasi terhadap kualitas dan intensitas cahaya. Oleh sebab
itu hilangnya klorofil a dan b berpengaruh negatif terhadap efisiensi
fotosintesis (van der Mescht et al., 1999).
Fotosintesis
mengalami evolusi sehingga dikenal adanya tumbuhan C3, C4 dan CAM yang dapat
diamati sebagai variasi dalam fotosintesis fase II atau reaksi fiksasi CO2.
Tulisan ini akan menguraikan penggolongan tumbuhan C3, C4 dan CAM, proses
evolusi fotosintesis yang berkaitan dengan perubahan kondisi atmosfir bumi
berserta faktor-faktor lingkungan yang menguntungkan bagi keberadaan tumbuhan
dengan tipe-tipe fotosintesis tersebut.
TUMBUHAN
C3, C4 DAN CAM
Fotosintesis
pada tumbuhan tingkat tinggi terdiri atas 2 fase (Sasmitamihardja dan Siregar,
1996; Wirahadikusumah, 1985), yaitu:
a.
Fase I: reaksi fotokimia, reaksi fotolisis, reaksi Hill, reaksi
fotofosforilasi, reaksi terang.
Reaksi
ini berlangsung di grana dan membutuhkan cahaya. Energi matahari ditangkap oleh
pigmen penyerap cahaya dan diubah menjadi bentuk energi kimia, yaitu ATP dan senyawa
pereduksi, yaitu NADPH. Atom hidrogen dari molekul H2O dipakai untuk mereduksi
NADP+ menjadi NADPH dan O2 dilepaskan sebagai hasil sampingan reaksi
fotosintesis. Reaksi juga dirangkaikan dengan reaksi pembentukan ATP dari ADP
dan Pi. Fase ini dapat ditulis sebagai persamaan reaksi:
energi
matahari
H2O
+ NADP+ + ADP + Pi O2 + H+ + NADPH + ATP
Pembentukan
ATP dari ADP dan Pi merupakan mekanisme penyimpanan energi matahari yang
diserap dan kemudian diubah menjadi energi kimia, sehingga fase ini disebut
fotofosforilasi.
Fase
I ini melibatkan 2 tipe kelompok pigmen fotosintesis, yaitu
1)
Pigmen utama (pigmen primer, pusat reaksi): bentuk-bentuk klorofil a, seperti
klorofil a 680 (P680) dan klorofil a 700 (P700),
2)
Pigmen tambahan/pigmen antena (accessory pigment): berperan meneruskan
energi cahaya ke pigmen utama, seperti klorofil a lainnya, klorofil b (λ
455-640 nm), karotenoid (λ 430-490 nm)
b.
Fase II: reaksi termokimia, reaksi fiksasi/reduksi CO2, reaksi gelap
Reaksi
ini berlangsung di stroma dan sering kali disebut reaksi gelap, karena reaksi
ini dapat berlangsung tanpa adanya cahaya, walaupun tidak harus berlangsung
dalam keadaan gelap. Hal ini disebabkan karena enzim-enzim stroma kloroplas
tidak membutuhkan cahaya untuk aktivitasnya, tetapi membutuhkan ATP dan NADPH2.
Fase II fotosintesis ini berlangsung pada stroma dan menghasilkan karbohidrat.
Dalam reaksi ini senyawa kimia berenergi tinggi yang dihasilkan pada fase I,
yaitu NADPH dan ATP dipakai untuk reaksi reduksi CO2 yang menghasilkan glukosa
dengan persamaan reaksi:
CO2
+ NADP + H+ + ATP
glukosa
+ NADP+ + ADP + Pi
Ada
4 macam reaksi fiksasi CO2 (Sasmitamihardja dan Siregar, 1996), yaitu:
1)
Daur C3 (daur Calvin)
Daur
reaksi ini disebut daur C3 karena senyawa yang pertama kali dihasilkan adalah
senyawa dengan 3 atom karbon yaitu asam fosfogliserat dari CO2;
ribulosa-1,5-bifosfat dan H2O. Tumbuhan yang melaksanakan daur tersebut disebut
tumbuhan C3. Dalam daur ini satu molekul fosfogliseraldehida (PGAL) dibentuk
dari fiksasi 3 molekul CO2. Reaksi keseluruhan adalah sebagai berikut:
3
CO2 + 9 ATP + 6 NADPH2 →
PGAL
+ 9 ADP + 8 iP + 6 NADP
Selanjutnya
PGAL akan diubah menjadi glukosa. Daur ini terjadi pada gandum, padi dan bambu.
2)
Daur C4 (daur Hatch dan Slack)
Daur
reaksi ini disebut daur C4 karena sebagian besar senyawa yang pertama kali
dihasilkan adalah senyawa dengan 4 atom karbon yaitu asam malat dan asam
aspartat dan tumbuhan yang melaksanakan daur tersebut disebut tumbuhan C4. Yang
termasuk tumbuhan C4 adalah beberapa spesies Gramineae di daerah tropis
termasuk jagung, tebu, sorghum. Anatomi daun tumbuhan C4 unik yang dikenal
dengan anatomi Kranz, yaitu terdapat sel-sel seludang parenkim yang
mengelilingi ikatan pembuluh dan memisahkannya dengan sel-sel mesofil. Pada tumbuhan
C4 terdapat pembagian kerja antara sel-sel mesofil dan sel-sel seludang
parenkim, yaitu pembentukan asam malat dan aspartat dari CO2 terjadi di sel-sel
mesofil, sedangkan daur Calvin berlangsung di sel-sel seludang parenkim.
3)
Daur CAM (Crassulacean Acid Metabolism)
Daur
CAM merupakan fiksasi CO2 pada spesies sukulen anggota famili Crassulaceae
(misalnya kaktus, nenas) yang hidup di daerah kering, mempunyai daun tebal
dengan rasio permukaan terhadap volume rendah, laju transpirasi rendah, sel-sel
daun mempunyai vakuola relatif besar dan lapisan sitoplasma yang tipis. Fiksasi
yang menghasilkan asam malat terjadi pada malam hari pada saat stomata terbuka
dan daur Calvin yang menghasilkan glukosa terjadi pada siang hari pada saat
stomata tertutup. Jadi fiksasi CO2 pada tumbuhan CAM mirip dengan tumbuhan C4,
perbedaannya pada tumbuhan C4 terjadi pemisahan tempat sedangkan pada tumbuhan
CAM terjadi pemisahan waktu.
Kemampuan
tumbuhan melaksa-nakan daur CAM ditentukan secara genetis, tetapi kemampuan ini
juga dikontrol oleh lingkungan. Umumnya CAM berlangsung lebih cepat pada siang
hari yang panas dengan tingkat cahaya yang tinggi dan malam hari yang dingin
dan tanah yang kering seperti di gurun. Fiksasi CO2 pada beberapa tumbuhan CAM
dapat beralih ke daur C3 setelah hujan atau suhu malam hari yang lebih tinggi
daripada biasanya karena stomata terbuka lebih lama pada pagi hari (Campbell et
al., 2006).
Penggolongan
tumbuhan menjadi tumbuhan C3 dan C4 adalah didasarkan pada senyawa yang diubah
dari CO2 pada fase II dari fotosintesis (reaksi fiksasi atau reduksi CO2). Pada
tumbuhan C3, CO2 diubah menjadi senyawa C3 yaitu asam 3-fosfogliserat yang
selanjutnya akan diubah menjadi glukosa.
CO2
+ H2O
Ribulosa-1,5-bifosfat
---------------------> Enzim rubisco
3-fosfogliserat
+ 3-fosfogliserat
Sedangkan
pada tumbuhan C4, CO2 diubah menjadi senyawa C4 yaitu asam oksaloasetat yang
selanjutnya diubah menjadi asam malat dan asam aspartat.
CO2
+ H2O
Fosfoenol
piruvat -------------------->
fosfoenolpiruvat
karboksilase
asam
oksaloasetat NADPH2 NAD+
oksaloasetat
------------------> malat NADPH2 NAD++CO2 malat dehidrogenase
------------------>
piruvat
malat
dehidrogenase
piruvat
dikinase
oksaloasetat
------------------> aspartat
(dioksidasi
menghasilkan CO2 untuk
daur
C3)
4)
Daur C2 (daur glikolat atau fotorespirasi)
Selain
bereaksi dengan CO2, enzim ribulosa bifosfat karboksilase yang mengkatalisis
pembentukan fosfogliserat dalam daur C3, juga dapat bereaksi dengan O2,
sehingga pada kondisi demikian enzim ini disebut ribulosa bisfosfat oksigenase.
Aktivitas ribulosa bifosfat oksigenase adalah mengubah satu molekul ribulosa
bifosfat menjadi satu molekul asam fosfoglikolat dan satu molekul asam
fosfogliserat, bukan menjadi dua molekul asam fosfogliserat jika CO2 yang
difiksasi. Dengan demikian digunakan nama enzim rubisco (ribulosa bifosfat
karboksilase oksigenase) untuk menyatakan keterlibatan enzim tersebut dalam
fiksasi CO2 dan O2. Ada 4 hal penting yang perlu diperhatikan dalam jalur
glikolat, yaitu:
a)
Jalur glikolat terjadi pada 3 tempat, yaitu kloroplas, peroksisom dan
mitokondria.
b)
Reaksi oksidasi ini membentuk glikolat dan produk sampingan H2O2 dan oksidan
kuat yang beracun ini diuraikan oleh katalase dalam peroksisom.
c)
Asam amino glisin dan serin dihasilkan.
d)
Satu molekul CO2 dihasilkan dan satu molekul O2 diserap untuk tiap dua molekul
glikolat yang dioksidasi. Oleh sebab itu daur glikolat disebut juga
fotorespirasi karena terjadi pengambilan O2 dan pembentukan CO2 oleh jaringan
yang berfotosintesis pada saat ada cahaya (Sasmitamihardja dan Siregar, 1996).
EVOLUSI FOTOSINTESIS
Bukti-bukti
geologis untuk evolusi fotosintesis sangat sedikit, karena fotosintesis
merupakan proses biokimia yang melibatkan protein dan molekul-molekul organik
lain yang cepat mengalami dekomposisi. Hipotesis tentang perkembangan evolusi
fotosintesis dikemukakan oleh Schopf (1978) dalam Lawlor (1993) dan Bendall
(1986) dalam Lawlor (1993). Bumi terbentuk kira-kira 4,6 x 109 tahun yang lalu
(Gambar 1) dan untuk 0,5 x 109 tahun pertama bumi menjadi dingin dan memadat.
Jarak bumi dari matahari dan ukuran bumi menentukan panas yang diterima dan
gaya yang menahan gas di permukaan, sehingga air dan atmosfir tetap ada di
bumi. Atmosfir primitif sangat tereduksi dan mengandung metana (CH4), H2, H2S,
CO2, NH3 dan lain-lain, tetapi tidak mengandung O2 atau terdapat dalam kondisi
anoksia (Lawlor, 1993).
Kondisi
tanpa O2 ini sangat penting untuk evolusi kehidupan karena O2 merusak
molekul-molekul organik. Atmosfir bumi primitif juga tidak mengandung ozon yang
merupakan lapisan tipis di atmosfir bagian atas dan berfungsi untuk menyerap
sinar ultra violet (UV). Radiasi, temperatur tinggi dan berbagai macam gas yang
terlibat dalam aktivitas vulkanik, memungkinkan terjadinya sintesis
molekul-molekul organik. Cara kerja sistem biologi yang memperbanyak diri pada
kondisi tersebut belum banyak diketahui. Tetapi fakta menunjukkan adanya
organisme dengan ukuran dan struktur sel yang mirip dengan bakteri pada batuan
yang berumur 3,5 x 109 tahun. Sejenis metabolisme yang melibatkan cahaya
mungkin berlangsung pada masa itu karena derivat karotenoid terdeteksi pada
batuan di zaman tersebut. Kemungkinan organisme primitif tersebut mensintesis
ATP dengan proton yang digerakkan oleh cahaya seperti halnya pada bakteri Halobacterium
halobium. Karbon organik dari deposit pada masa tersebut menunjukkan
diskriminasi terhadap isotop 13C dan hal ini membuktikan bahwa fotosintesis
terjadi pada awal evolusi. Organisme tersebut mampu menyediakan ATP sendiri
dengan mengeksploitasi sumber energi yang berlimpah (Lawlor, 1993).
Beberapa
proses dikaitkan dengan reaksi terang (fase I fotosintesis) dan aliran elektron
serta ATP termasuk asimilasi N2, CO2 dan S. Tetapi molekul air tidak dipecah
dalam fotosintesis primitif tersebut sampai 3,5 x 109 tahun yang lalu, sehingga
tidak ada O2 yang dihasilkan dalam fotosintesis dan atmosfir tereduksi. Setelah
terjadinya evolusi proses pemecahan molekul air yang memerlukan energi cahaya
melalui 2 fotosistem, air dapat teroksidasi dan O2 dilepaskan ke atmosfir.
Banyak bukti mendukung skala waktu evolusi untuk proses ini (Schopf 1978 dalam
Lawlor 1993). Lapisan kapur fosil yang tebal dan disebut stromatolit, dibentuk
3 x 109 tahun yang lalu dan mengandung alga biru hijau yang juga ditemukan pada
stromatolit masa kini. Tetapi produksi O2 mungkin sudah terjadi sebelumnya.
Beberapa proses geokimia juga mungkin mengkonsumsi O2, misalnya ion ferro
(Fe2+) menghasilkan Fe3O2 yang tidak larut. Kandungan Fe2+ di lautan mungkin
menipis karena deposisi bijih besi. Proses ini mengakibatkan terbentuknya
lapisan merah dalam waktu 2,2 x 109 – 1,7 x 109 tahun yang lalu. Oksigen yang
dihasilkan oleh pemecahan molekul H2O oleh sinar UV terlalu sedikit untuk
memungkinkan terjadinya penurunan Fe2+ yang drastis. Uraninit (UO2) adalah
bijih uranium yang tidak larut dalam kondisi dengan konsentrasi O2 di atas 1%
dan deposit UO2 yang berumur lebih muda dari 2 x 109 tahun yang lalu tidak
ditemukan. Jadi, antara 3,5 x 109 dan 3,0 x 109 tahun yang lalu fotosintesis
berkembang dengan menggunakan H2O sebagai reduktan dan O2 di atmosfir meningkat
(Lawlor, 1993).
Deposisi
karbon yang tereduksi mungkin berperan dalam penurunan kandungan karbon dan
peningkatan O2 di atmosfir. Pada zaman tersebut konsentrasi CO2 mungkin
beberapa ratus kali lebih besar daripada saat ini. Sampai dengan 1,5 x 109 –
1,0 x 109 tahun yang lalu, kondisi bumi mulai bersifat aerob karena buffer
kimia habis terpakai dan tekanan O2 lebih dari 1 kPa. Oksigen di atmosfir
bagian atas membentuk lapisan ozon yang menyerap radiasi ultra violet, sehingga
terjadi evolusi organisme tingkat tinggi dan kehidupan di darat dimulai. O2
meningkatkan jumlah energi untuk respirasi sebanyak 10 kali lipat dengan cara
berperan sebagai reseptor terminal untuk proses fotosintesis. Sebagian besar
organisme yang hidup saat ini, termasuk manusia, tergantung pada O2 yang
diproduksi dalam proses fotosintesis (Lawlor, 1993).
Eukariot
yang terdiri dari sel-sel bernukleus, mungkin berkembang dalam kehidupan bumi
tahap awal, berdasarkan bukti adanya steran (molekul-molekul turunan sterol
yang diperkirakan hanya dibuat oleh sel-sel bernukleus seperti eukariot) di
batuan pada 1,7 x 109 tahun yang lalu. Eukariot ini berkembang pesat sejak 1 x
109 tahun yang lalu dan membentuk organisme-organisme makroskopis dan
multinukleat (baik tumbuhan maupun hewan). Proses perkembangan ini mungkin
berkaitan dengan perubahan iklim sekitar 900-600 juta tahun yang lalu akibat
aktivitas tektonik dan vulkanik, hilangnya sejumlah besar karbon dengan
terkubur sebagai sedimen serta dimulainya perubahan iklim global termasuk
terbentuknya sungai es. Bukti dari struktur dan fungsi asam nukleat pada
kloroplas dan mitokondria tumbuhan tingkat tinggi menunjukkan bahwa
organel-organel ini merupakan bakteri dan alga hijau biru yang masuk ke dalam
sel-sel eukariotik yang tidak berfotosintesis (Lawlor, 1993).
Fotosintesis
berkembang menjadi lebih kompleks secara biokimia dan terjadi pemisahan antara
respirasi dan fotosintesis beserta regulasinya. Fotosintesis membentuk biosfir
baik secara langsung maupun melalui pengaruhnya pada iklim dan geologi bumi.
Unsur karbon dari fotosintesis menyusun minyak, batu bara dan gas, sehingga CO2
di atmosfir menurun dan rasio O2/CO2 meningkat. Kondisi ini mungkin tidak menguntungkan
bagi fotosintesis karena enzim ribulosa bifosfat karboksilase yang mengfiksasi
CO2 bekerja kurang efisien. Di daratan hilangnya air dari tumbuhan yang dicegah
dengan adanya kutikula yang tebal, juga mengurangi persediaan CO2. Evolusi
tipe-tipe fotosintesis seperti C4 dan CAM mungkin merupakan respons terhadap
menurunnya rasio CO2/O2 dan atmosfir yang lebih kering dengan radiasi yang
intensif. Aktivitas manusia pada saat ini meningkatkan konsentrasi CO2 di
atmosfir dengan membakar bahan bakar fosil (Lawlor, 1993). Hal ini mungkin
memperbaiki pertumbuhan tumbuhan dalam waktu singkat dan juga akan mempengaruhi
iklim dunia.
EVOLUSI
DAN DISTRIBUSI TUMBUHAN C4
Tumbuhan
tingkat tinggi yang ada di bumi terdiri dari 5% tumbuhan C4, 85% tumbuhan C3
dan 10% tumbuhan CAM. Fotosintesis C4 pertama kali ditemukan pada
rumput-rumputan 24-35 tahun yang lalu dan pada tumbuhan dikotil 15-21 juta
tahun yang lalu. Konsentrasi CO2 di udara yang menurun sangat berpengaruh
terhadap evolusi tumbuhan C4. Penurunan konsentrasi CO2 di udara disebabkan
oleh aktivitas fotosintesis dan perubahan tektonik yang diikuti oleh perubahan
geokimia. Tabrakan daratan India mengakibatkan terangkatnya Plateau Tibet,
sehingga bagian kerak bumi yang terpapar pada udara bebas menjadi lebih luas.
Reaksi kimia yang terjadi pada kerak bumi ialah CaSiO3 + CO2 CaCO3 + SiO2.
Reaksi ini menyebabkan penurunan konsentrasi CO2 di udara yang menyolok dan
kondisi ini menguntungkan bagi tumbuhan C4 (Lambers et al., 2008).
Beberapa
hal penting dalam proses pengikatan CO2 pada tumbuhan C4 dibandingkan dengan
tumbuhan C3 (Lambers et al. 2008) adalah sebagai berikut:
1.
Membutuhkan lebih banyak ATP,
2.
Sintesis glukosa berlangsung lebih luas per satuan luas daun,
3.
Berlangsung lebih efisien dalam keadaan intensitas cahaya yang tinggi,
4.
Afinitas enzim fosfoenolpiruvat karboksilase yang besar terhadap CO2,
5.
Proses fotosintesis dapat berlangsung dengan cukup baik pada saat konsentrasi
CO2 yang sangat sedikit di udara,
6.
Tidak terjadi atau sedikit sekali terjadi fotorespirasi (pernafasan dalam
keadaan terang di kloroplas).
Enzim
rubisco tidak dapat bekerja secara efisien pada saat konsentrasi CO2 yang
rendah dan konsentrasi O2 yang tinggi di udara. Konsentrasi CO2 yang rendah di
udara akan meningkatkan fotorespirasi yang lebih banyak terjadi pada tumbuhan
C3. Keadaan ini menguntungkan untuk perkembangan tumbuhan C4. Bukti-bukti
morfologi, ekogeografi dan molekular (analisis urutan nukleotida yang mengkode
subunit glisin dekarboksilase) menunjukkan bahwa tumbuhan C4 berkembang dari
tumbuhan C3 melalui evolusi konvergen (Lambers et al., 2008)
Di
samping konsentrasi CO2 yang rendah di udara, faktor-faktor lingkungan lain
juga menentukan evolusi dan distribusi tumbuhan C4. Analisis komposisi karbon
isotop pada komponen lapisan lilin daun menunjukkan bahwa iklim regional
menentukan kepadatan relatif tumbuhan C3 dan C4. Faktor-faktor lingkungan yang
dimaksud antara lain daerah kering dengan latituda (garis lintang) rendah,
temperatur tinggi dengan kondisi kering dan kadar garam tinggi akibat pemanasan
global dan kebakaran. Tumbuhan C4 banyak ditemukan di daerah tropis dengan
altituda rendah (ketinggian dari permukaan laut), padang rumput di dataran
rendah baik di daerah tropis maupun daerah temperata dengan curah hujan tinggi
di musim panas (Lambers et al. 2008).
Tidak
seperti halnya tumbuhan C3, tumbuhan C4 tumbuh subur di di ekosistem yang
terbuka dengan temperatur tinggi. Hal ini disebabkan karena enzim rubisco pada
tumbuhan C3 akan lebih banyak berikatan dengan O2 daripada dengan CO2, sehingga
terjadi fotorespirasi dan mengurangi atau menghambat reaksi fiksasi atau
reduksi CO2. Kondisi ini akan mengakibatkan laju fotosintesis menurun.
Sebaliknya tumbuhan C4 tidak berproduksi optimal di daerah beriklim dingin. Hal
ini disebabkan karena enzim piruvat dikinase (enzim penting dalam lintas C4)
sangat sensitif terhadap temperatur rendah. Compatible solutes (solut
yang tidak mengganggu metabolisme sel pada konsentrasi yang tinggi) dapat
menurunkan sensitivitas enzim tersebut terhadap temperatur rendah, sehingga
memungkinkan penyebaran tumbuhan C4 ke daerah temperata di masa mendatang. Akan
tetapi peningkatan konsentrasi CO2 di udara akhir-akhir ini akan menguntungkan
kelangsungan hidup tumbuhan C3 (Lambers et al. 2008)
KESIMPULAN
1.
Evolusi fotosintesis dimulai dengan tidak dipecahnya molekul air dan tanpa
pelepasan oksigen sampai dengan terjadinya pemisahan antara fotosintesis dan
respirasi.
2.
Evolusi tipe-tipe fotosintesis seperti C4 dan CAM merupakan respons terhadap
menurunnya rasio CO2 dan O2 dan kondisi atmosfir dengan radiasi yang intensif.
3.
Tumbuhan C4 berkembang dari tumbuhan C3 melalui evolusi konvergen yang
dipengaruhi oleh rendahnya konsentrasi CO2 di atmosfir, latituda, altituda,
temperatur dan kadar garam.
4.
Konsentrasi CO2 di atmosfir yang meningkat akhir-akhir ini menguntungkan
tumbuhan C3.
5.
Fiksasi CO2 pada beberapa tumbuhan CAM dapat berubah menjadi tumbuhan C3
setelah hujan atau temperatur lingkungan yang tinggi pada malam hari.
DAFTAR
PUSTAKA
Campbell,
N.A., J.B. Reece & L.G. Mitchell. 2006. Biology. Concepts &
Connections. 5th Ed. Addison Wesley Longman Inc. pp 118.
Lambers,
H., T.L. Pons & F.S. Chapin III. 2008. Plant Physiological Ecology.
2nd Ed. Springer Science + Bussiness Media LLC. New York. USA. pp 73-75.
Lawlor,
D.W. 1993. Photosynthesis: Molecular, Physiological and Environmental
Processes. 2nd Ed. Longman Scientific & Technical. England. pp 12-15.
Sasmitamihardja,
D. and A.H. Siregar. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Proyek Pendidikan Akademik
Dirjen Dikti. Depdikbud. Bandung. pp 253-281.
Wirahadikusumah,
M. 1985. Biokimia: metabolisme, energi, karbohidrat, dan lipid. Penerbit ITB.
Bandung. pp 96-118.
Hendriyani,
I.S. and N. Setiari. 2009. Kandungan klorofil dan pertumbuhan kacang panjang (Vigna
sinensis) pada tingkat penyediaan air yang berbeda. J. Sains & Mat. 17
(3):145-150.
Li,
R., P. Guo, M. Baum, S. Grando and S. Ceccarelli. 2006. Evaluation of
chlorophyll content and fluorescence parameters as indicators of drought
tolerance in barley. Agric. Sci. in China 5 (10):751-757.
Van
der Mescht, A., J.A. de Ronde & F.T. Rossouw. 1999. Chlorophyll
fluorescence and chlorophyll content as a measure of drought tolerance in
potato. South African J. of Sci. 95:407-412.
Sumber:http://download.portalgaruda.org.
tanggal diakses: 27-04-2015/19:22WIB
tanggal diakses: 27-04-2015/19:22WIB